1.
Bentuk Stakeholder
Pengertian stakeholder dalam konteks ini adalah tokoh –
tokoh masyarakat baik formal maupun informal, seperti pimpinan pemerintahan
(lokal), tokoh agama, tokoh adat, pimpinan organisasi social dan seseorang yang
dianggap tokoh atau pimpinan yang diakui dalam pranata social budaya atau suatu
lembaga (institusi), baik yang bersifat tradisional maupun modern
Istilah
stakeholders sudah sangat populer. Kata ini telah dipakai oleh banyak pihak dan
hubungannnya dengan berbagi ilmu atau konteks, misalnya manajemen bisnis, ilmu
komunikasi, pengelolaan sumberdaya alam, sosiologi, dan lain-lain.
Lembaga-lembaga publik telah menggunakan secara luas istilah stakeholder ini ke
dalam proses-proses pengambilan dan implementasi keputusan. Secara sederhana,
stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau
pihak-pihak yang terkait dengan suatu issu atau suatu rencana.
Stakeholder dapat berfungsi sebagai “tokoh kunci” atau “key
person” dan merupakan orang yang menjadi panutan bagi masyarakat sekitarnya,
seperti : Kepala Desa/Lurah, Ketua RT, Ketua Adat, Ustadz/Kyai
Kelembagaan yang dianjurkan dibentuk untuk meningkatkan
peranserta masyarakat dalam memajukan pendidikan, menurut UU No 20 Tahun 2003,
pasal 56 adalah berupa Dewan Pendidikan, dan komite sekolah. Ketua dan anggota
kedua lembaga tersebut dapat digolongkan sebagai Stakeholder
Dalam buku Cultivating Peace,
Ramizes mengidentifikasi berbagai pendapat mengenai stakekholder ini. Beberapa defenisi yang penting
dikemukakan seperti :
1.
Freeman (1984) yang mendefenisikan stakeholder sebagai kelompok atau individu
yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan
tertentu.
2.
Biset (1998) secara singkat mendefenisikan stekeholder merupakan orang dengan
suatu kepentingan atau perhatian pada permasalahan. Stakeholder ini sering
diidentifikasi dengan suatu dasar tertentu sebagimana dikemukakan Freeman
(1984), yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan relatif stakeholder terhadap
issu, Grimble and Wellard (1996), dari segi posisi penting dan pengaruh yang
dimiliki mereka.
3.
Stakeholder adalah kelembagaan yang dianjurkan dibentuk untuk meningkatkan
peran serta masyarakat dalam memajukan pendidikan, dan komite sekolah.
Pandangan-pandangan
di atas menunjukkan bahwa pengenalan stakeholder tidak sekedar menjawab
pertanyaan siapa stakeholder suatu issu tapi juga sifat hubungan stakeholder
dengan issu, sikap, pandangan, dan pengaruh stakeholder itu. Aspek-aspek ini sangat penting
dianalisis untuk mengenal stakeholder.
1.
Macam
– macam Stakeholder.
Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu
issu, stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok yaitu
stakeholder primer, sekunder dan stakeholder kunci.
1)
Stakeholder Utama (Primer)
Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara
langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan
sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan.
Contohnya
:
Masyarakat dan tokoh masyarakat, masyarakat yang terkait dengan proyek, yakni
masyarakat yang di identifkasi akan memperoleh manfaat dan yang akan terkena
dampak (kehilangan tanah dan kemungkinan kehilangan mata pencaharian) dari
proyek ini. Sedangkan tokoh masyarakat adalah anggota masyarakat yang oleh
masyarakat ditokohkan di wilayah itu sekaligus dianggap dapat mewakili aspirasi
masyarakat. Di sisi lain, stakeholders utama adalah juga pihak manajer Publik
yakni lembaga/badan publik yang bertanggung jawab dalam pengambilan dan
implementasi suatu keputusan.
2).
Stakeholder Pendukung (Sekunder)
Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan
kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek,
tetapi memiliki kepedulian (concern) dan keprihatinan sehingga mereka turut
bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal
pemerintah.
Yang
termasuk dalam stakeholders pendukung (sekunder) :
1. Lembaga(Aparat) pemerintah dalam
suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung
jawab langsung.
2. Lembaga pemerintah yang terkait dengan issu tetapi tidak
memiliki kewenangan
secara langsung dalam pengambilan
keputusan.
3. Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) setempat : LSM yang
bergerak di bidang yang
bersesuai
dengan rencana, manfaat, dampak yang muncul yang memiliki concern (termasuk
organisasi massa yang terkait).
4. Perguruan Tinggi yakni kelompok
akademisi ini memiliki pengaruh penting
dalam
pengambilan keputusan pemerintah serta Pengusaha (Badan usaha) yang terkait
sehingga mereka juga masuk dalam kelompok stakeholder pendukung.
5. Pengusaha
(Badan usaha) yang terkait
3)
Stakeholder Kunci
Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal
dalam hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur
eksekutif sesuai levelnya, legislatif dan instansi. Stakeholder kunci untuk
suatu keputusan untuk suatu proyek level daerah kabupaten.
Yang
termasuk dalam stakeholder kunci yaitu :
1.
Pemerintah Kabupaten
2.
DPR Kabupaten
3.
Dinas yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan.
2.
Stereotype, Prejudice, Stigma Sosial
Stereotype adalah generalisasi yang tidak akurat yang
didasarkan pada prejudice. Kita semua memegang stereotype terhadap kelompok
orang lain.
Contoh dari Stereotype , ketika kita sudah beranggapan
begitu pada suatu suku , maka kita tidak akan menempatkan dia pada suatu posisi
yang kita rasa gak cocok.
Sedangkan Prejudice adalah attitude yang bersifat bahaya dan
didasarkan pada generalisasi yang tidak akurat terhadap sekelompok orang
berdasarkan warna kulit, agama,sex, umur , dll. Berbahaya disini maksudnya
attitude tersebut bersifat negative.
Contoh dari Prejudice misalnya kita menganggap setiap orang
pada suku tertentu itu malas, pelit , dan lain nya
Stigma sosial adalah tidak diterimanya seseorang pada suatu
kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada. Stigma
sosial sering menyebabkan pengucilan seseorang ataupun kelompok.
Contoh dari stigma social misalnya sejarah stigma sosial
dapat terjadi pada orang yang berbentuk fisik kurang atau cacat mental, dan
juga anak luar kawin, homoseksual atau pekerjaan yang merupakan nasionalisasi
pada agama atau etnis, seperti menjadi orang Yahudi atau orang Afrika Amerika.
Kriminalitas juga membawa adanya stigma sosial.
3.
Mengapa
Perusahaan Harus Bertanggungjawab
Agar
perusahaan mendapat citra positif di mata masyarakat dan pemerintah . Kegiatan
perusahaan dalam jangka
panjang akan dianggap sebagai kontribusi positif di masyarakat. Selain membantu
perekonomian masyarakat, perusahaan juga akan dianggap bersama masyarakat
membantu dalam mewujudkan keadaan lebih baik di masa yang akan datang.
Lalu terdapat kerjasama yang salingmenguntungkan
ke dua pihak.. Hubungan bisnis tidak lagi dipahami sebagai hubungan antara
pihak yang mengeksploitasi dan pihak yang tereksploitasi, tetapi hubungan
kemitraan dalam membangun masyarakat lingkungan kebih baik. Tidak hanya di
sector perekonomian, tetapi juga dalam sektor sosial, pembangunan dan
lain-lain. Serta Memiliki partner dalam
menjalankan misi sosial dari pemerintah dalam hal tanggung jawab sosial.
Pemerintah pada akhirnya tidak hanya berfungsi sebagai wasit yang menetapkan
aturan main dalam hubungan masyarakat dengan dunia bisnis, dan memberikan
sanksi bagi pihak yang melanggarnya. Pemerintah sebagai pihak yang mendapat
legtimasi untuk mengubah tatanan masyarakat agar ke arah yang lebih baikakan
mendapatkan partner dalam mewujudkan tatanan masyarakat tersebut. Sebagian
tugas pemerintah dapat dilaksanakan oleh anggota masyarakat, dalam hal ini
perusahaan atau organisasi bisnis.
4.
Komunitas Indonesia dan Etika Bisnis
Indonesia memerukan suatu bentuk etika bisnis yang sangat
spesifik dan sesuai denga model indonesia. Hal ini dapat di pahami bahwa bila
ditilik dai bentuknya, komunitas indonesia komunitas elite an komunitas rakyat
Bentuk – bentuk
pola hidup komunitas di indonesia sangat bervariasi dari berburu meramu sampai
dengan industri jasa.
Dalam suatu kenyataan di komunitas indonesia pernah
terjadi mala petaka kelaparan di daerah Nabire Papua. Bahwa komunitas Nabire
mengkonsumsi sagu, pisang, ubi dan dengan keadaaan cuaca yang kemarau tanah
tidak dapat mendukung pengolahan bagi tanaman ini, kondisi ini mendorong
pemerintah dan perusahaan untuk dapat membantu komunitas tersebut.
Dari gambaran ini tampak bawa tidak adanya rasa empati
bagi komunitas elite dan perusahaan dalam memahami pola hidup komunitas lain.
Dalam konteks yang demikian, maka di tuntut bagi
perusahaan untuk dapat memahami etika bisnis ketika berhubungan dengan
stakeholder di luar perusahaannya seperti komunitas lokal atau kelompok sosial
yang berbeda pola hidup.
Seorang teman Arif Budimanta mensitir kata – kata sukarno
presiden pertama indonesia yang menyatakan bahwa “tidak akan di serahkan
pengelolaan sumber daya alam Indonesia kepada pihak asng sebelum orang Indonesia
mampu mengelolanya”, kalimat ini terkandung suatu pesan etika bisnis yang
teramat dalam bahwa sebelum bangsa Indonesia dapat menyamai kemampuan asing,
maka tidak akan mungkin wilayah Indonesia di serahkan kepada asing
(pengelolaannya).
Jati diri bangsa perlu digali kembali untuk menetapkan
sebuah etika yang berlaku secara umum bagi komunitas Indonesia yang multikultur
ini. Jati diri merupakan suatu bentuk kata benda yang bermakna menyeluruh
sebagai sebuah kekuatan bangsa.
5.
Dampak
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan,
apabila dilaksanakan dengan benar, akan memberikan dampak positif bagi
perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam dan
seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai
penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya beli masyarakat,
yang secara langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan
seterusnya. Mengingat kegiatan perusahaan itu sifatnya simultan, maka
keberadaan perusahaan yang taat lingkungan akan lebih bermakna.
Pada dasarnya setiap kegiatan perusahaan
yang berhubungan dengan sumber daya alam, pasti mengandung nilai positif, baik
bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal perusahaan dan pemangku
kepentingan yang lain. Meskipun demikian nilai positif tersebut dapat mendorong
terjadinya tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan yang akhirnya mempunyai
nilai negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat
lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh kegiatan
perusahaan yang bersangkutan mempunyai potensi merugikan lingkungan dan
masyarakat. Atau seberapa luas perusahaan lingkungan terjadi sebagai akibat
langsung dari kegiatan perusahaan.
Perusahaan yang pada satu sisi pada
suatu waktu menjadi pusat kegiatan yang membawa kesejahteraan bahkan kemakmuran
bagi masyarakat, pada satu saat yang sama dapat menjadi sumber petaka pada
lingkungan yang sama pula. Misalnya terjadi pencemaran lingkungan atau bahkan
menyebabkan kerusakan alam dan lingkungan lain yang lebih luas.
6.
Mekanisme
Pengawasan Tingkah Laku
Mekanisme dalam pengawasan terhadap para
karyawan sebagai anggota komunitas perusahaan dapat dilakukan berkenaan
dengan kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota tersebut denga budaya yang
dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan.
Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk
audit sosal sebagai kesimpulan dari monitoring dan evaluasi yang dilakukan
sebelumnya.
Monitoring dan evaluasi terhadap tingkah
laku anggota suatu perusahaan atau organisasi pada dasarnya harus dilakukan
oleh perusahaan yang bersangkutan secara berkesinambugan. Monitoring yang
dilakuka sifatnya berjangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku
anggota perusahaan berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam
jangka panjang. Hal dari evaluas tersebut menjadi audit sosial.
Pengawasa terhadap tingkah laku dan peran
karyawan pada dasarnya untuk menciptakan kinerja karyawan itu sendiri yang
mendukung sasaran dan tujuan dari proses berjalannya perusahaan. Kinerja
yang baik adalah ketika tindakan yang diwujudkan sebagai peran yang
sesuai dengan status dalam pranata yang ada dan sesuai dengan budaya perusahaan
yang bersangkutan.
Oleh karena itu, untuk mendeteksi apakah
budaya perusaaan telah menjadi bagian dalam pengetahuan budaya para karyawannya
dilakukan audit sosal dan sekaligus merencanakan apa aja yang harus dilakukan
oleh perusahaan untuk menguatkan nilai-nilai yang ada agar para karyawan
sebagai anggota perusahaan tidak memunculkan pengetahuan budaya yang
dimilikinya di luar lingkungan perusahaan.
Dalam kehdupan komunitas atau komunitas
secara umum, mekanismne pengawasan terhadap tindakan anggota-anggota komunitas
biasanya berupa larangan-larangan dan sanksi-sanksi sosial yang terimplementasi
di dalam atura adat. Sehingga tam[pak bahwa kebudayaan menjadi sebuah pedoman
bagi berjalannya sebuah proses kehidupan komunitas atau komunitas. Tindaka
karyawan berkenaan dengan perannya dalam pranata sosial perusahaan dapat menen
tukan keberlangsungan aktivitas.
Karyawan sebagai stake holder, terdapat
juga para bekas karyawan,para direksi, pemilik modal yg juga menentukan
berjalannya aktivitas pranata sosial perusahaan. Kesemua stakeholder tersebut
menduduki status dan peran tertentu dalam koporasi dan mempunyai hubungan
fungsional satu dengan lainnya.
Pada dasarnya suatu perusahaan adalah
sebuah organisasi yang dalam kenyataannya menempati suatu wilayah sosial tertentu.
Dan sebagai suatu bentuk organisai,korporasi tentunya mempunyai tujuan yang
dapat dipahami secara bersama oleh para anggotanya dan dapat menjamin kehidupan
para anggotanya dalam lingkup organisasi yang bersangkutan.
Perusahaan sebagai bagian dari suatu
komunitas dan mempunyai suatu kebudayaan tersendiri akan mempunyai sifat yang
adaptif terhadap lingkungannya,baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial
dan budaya yang ada disekitarnya.
Berjalannya suatu perusahaan tidak akan
lepas dari segala perhitungan dan perencanaan yang mengatur pola aturan yang
ada,seperti halnya pada komuitas lainnya seperti komunitas suku bangsa.
Kehidupan sosial komunitas suku bangsa tersebut dalam lingkup kecil (Desa/kampung/dusun)
dapat dipantau dan di monitor oleh adat istiadatnya sesuai dengan pranata
sosial yang berlaku (kekerabatan,ekonomi, teknologi, mata pencaharian dsb).
Dalam perusahaan, apa yang dikatakan sebagai proses audit sosial adalah
mirip atau sama dengan cara – cara yang dipakai untuk memeriksa
keuangan perusahaan yang bersangkutan.
Sebagai sebuah organisasi,perusahaan
yang mempunyai beberpa tenaga ahli dalam menyiapkan anggaran – angaran
yang dikelurakan, dan begitu dengan pemerikasaan terhadap anggaran yang telah
dikelurkan berkaitan dengan berjalannya organisasi yang bersangkutan seperti
ahli akuntansi dan pemegang buku.
Tenaga – tenaga ahli
tersebut merupakan individu – individu yang menduduki status
tertentu,status dalam hal ini adalah kumpulan hak dan kewajiban yang ada pada
diri seseorang dalam satu lingkup kebudayaan . Sehingga individu tersebut harus
berperan sesui dengan apa yang diisyratkan oleh kebudayaan yang mengatur status
yang bersangutan.
Sehingga pengukuran finansial sebuah
organisasi akan juga dipengaruhi oleh pegawai (tenaga) dari pengukur tersebut,
dan ini sangat terkait dengan sistem sosial dari pegawai yang
bersangkutan. Memang pada dasarnya anggota perusahaan berasal dari
anggota komunitas yang berbeda – beda kebudayaan dan
sukubangsa , dan dengan bersama –bersama dengan orang lain yang berbeda
kebudayaan dan sukubangsa bergabung sebagai satu komunitas perusahaan.
Dalam kehidupan komunitas, sistem sosial akan terus berjalan untuk mengatur segala
tingkah laku individu-individunya.
Berkaitan dengan pelkasanaan audit
sosial, maka sebuah perusahaan atau organisasi harus jelas terlebih dahulu
tentang beberapa aktivitas yang harus dijalankan seperti ;
1. Aktivitas
apa saja yang harus dilakukan sebagai sebuah orgnisasai, dalam hal ini sasaran
apa yang menjadi pokok dari perusahaan yang harus dituju – internal
maupun ekstrnal (sasaran)
2. Bagaimana
cara melakukan pencapaian dari sasaran yang dituju tersebut sebagai rangkaian
suatu tindakan (rencana tindakan) yang mengacu pada suatu pola dan rencana yang
sudah disusun sebelumnya.
3. Bagaimana
mengukur dan merekam pokok – pokok yang harus dilakukan berkaitan
dengan sasaran yang dituju, dalam hal ini keluasan dari kegiatan yang dilakukan
tersebut (indikator)
Ketiga bentuk aktivitas tersebut
terangkai dalam suatu arena sehingga dengan demikian menjadi sangat sederhana
untuk merancang prosedur bagi pemantuan aktivitas yang bersangkutan, apa yang
terjadi dari hari ke hari dengan memonitor kegiatan dari hari ke hari oleh
pemegang buku catatan sosial.
Sehingga dengan demikian seorang
pemeriksa sosial adalah ‘teman yang mengkritik’ (idealnya oran luar) yang
secara periodik memeriksa ‘buku’ dan menanyakan pertanyaan lebih mendalam untuk
membantu ketentuan organisasi secara sistematis pada tingakat yang efektif
dalam oprasi internalnya sebaik pada dampak eksternalnya dalam kaitannya dengan
kondisi sosial budaya baik secara intern maupun ekstern korporasi. Dalam
pelaksanaan aktivitas dalam organisasi atau perusahaan dapat dicatat walaupun
pada dasarnya ide – ide tersebut bukan berasal dari visi dan misi
dari organisasi atau perusahaan.
Pelaksanaan auditor sosial yang
berpengalaman biasanya akan bekerja mengukur dan memgrahkan berjalannya sebuah
organisasi berdasarkan pada visi dan misi yang ada, pada awalnya dia membantu
dalam memberikan segala keterangan tentang berjalannya sebuah organisasi
berkaitan dengan indikator yang harus diperhatikan, sasaran yang ingin dicapai
dan kemudian juga merekam kenytaan sosial yang sedang berjalan dan bagaimana
prosedur penilaiannya.
Audit sosial ini merupakan sistem yang
ada dalam kebudayaan perusahaan yang oleh anggota-anggotanya dipakai untuk
merencanakan kegiatan organisasi yang bersangkutan dan tentunya didasari pada
kebudayaan yang berlaku di organisasi yang bersangkutan
No comments:
Post a Comment